Forum Kita-Kita
Would you like to react to this message? Create an account in a few clicks or log in to continue.

TONGKAT PUNYA SIAPA

Go down

TONGKAT PUNYA SIAPA Empty TONGKAT PUNYA SIAPA

Post by abanglinuxer April 25th 2008, 01:08

NB: dari website sebelah lagi
=================================================

Di kutip dari buku 'Fulfilling life'

SUATU malam ketika
hujan lebat, seorang penunggang kuda berhenti di pinggiran sebuah hutan
tidak jauh dari tepian sungai. Dia ingin berteduh. Setelah mencari,
akhirnya dia menemukan sebantang tongkat panjang dan menancapkannya
kuat-kuat, sehingga kudanya bisa ditambatkan di sana. Keesokan harinya
ketika akan memulai perjalanan kembali dia berfikir bagaimana dengan
tongkat ini, apakah dibawa? “Ah, biarkan saja di sini, siapa tahu ada
penunggang kuda yang lain yang bernasib sama dengan saya dan mau
menggunakan tongkat ini!”. Lalu ida pun meneruskan perjalanannya.

Tak
lama kemudian lewatlah seorang petualang yang akan merambah hutan.
Melihat tongkat yang berdiri tegak tertancap di tanah dia berfikir, ini
akan membahayakan orang lain yang lewat apalagi jika malam hari, tentu
akan tersandung. Dia pun mengubah posisi tongkat tersebut, digeletakan
ke sisi lagi sehingga tidak menggangu pejalan kaki dan dia pun
meneruskan perjalanannya bertualang.

Berikutnya lewat seorang
pemancing yang akan memancing ikan tidak jauh dari tempat tersebut.
Melihat ada sebuah tongkat panjang yang tergeletak di pinggir jalan,
dia langsung berteriak, “Aha… sudah dari tadi aku mencari tongkat untuk
mengukur kedalaman sungai sehingga aku bisa memancing ke tengah sampai
batas pinggang akhirnya ketemu juga!”

Dia pun membawa tongkat
tersebut lalu dipakainya untuk mengukur kedalaman tepian sungai, agar
dia bisa mendapatkan ikan yang lebih besar dengan memancing agak ke
tengah sungai. Akhirnya memang benar, sang pemancing mendapatkan ikan
yang cukup banyak dan besar-besar berkat tongkat panjang tersebut
dengan muka berseri-seri, dia pulang sambil mengucapkan terima kasih
kepada “tongkat” yang berjasa menolongnya untuk mengukur kedalaman
tepian sungai. Selanjutnya, dia berfikir tongkat tersebut ridak akan
dibawa pulang, namun dibiarkannya saja tergeletak di tepi sungai
tersebut, siapa tahu ada pemancing lain yang membutuhkan agar suka-cita
yang dirasakannya sekarang karena memperoleh banyak ikan dapat juga
dirasakan oleh pemancing yang lain kelak. Tongkat pun digeletakan di
tepi sungai, lalu dia pergi membawa ikan hasil pancingannya.

Selang
beberapa hari kemudian, tidak ada seorang pun yang melewati daerah
tersebut dan tongkat pun tergeletak saja di tepi sungai. Semakin hari,
kayu tersebut semakin kering. Hingga lewatlah seorang lelaki pencari
kayu yang sudah ke sana kemari belum menemukan kayu kering. Kayu itu
akan untuk dijadikan kayu bakar untuk menanak nasi bagi keluarganya.
Semua kayu yang diperoleh kurang bagus untuk memasak, hingga dia
menemukan sebatang tongkat untuk dijadikan kayu bakar. Dengan
menggunakan parangnya, kayu tersebut dipotong-potong untuk dijadikan
kayu baker di rumahnya.


Sesungguhnya apa yang kita miliki
saat ini, hanyalah bersifat sementara, sehingga rasanya agak berlebihan
jika seseorang mengklaim bahwa apa yang dimilikinya saat ini adalah
miliknya yang abadi selamanya. Tidak ada satu orang pun di dunia ini
bisa memiliki segala sesuatu tanpa sepengetahuan dan se-izin Sang Khalik. Dia yang memberi, Dia pula yang dapat mengambilnya dalam sekejap.

Itulah
sebabnya, semakin sesorang menerima dan memiliki segala sesuatu, baik
fisik (harta) maupun non fisik (jabatan, gelar, kompetensi) seyogianya
harus semakin hidup rendah hati, dan syukur. Sudah saatnya, apa yang
dimiliki dibagikan kepada orang lain, agar orang lain pun dapat
merasakan berkah Sang Khalik melalui uluran tangan kita.

Orang
yang memberi tidak akan pernah kekurangan. Namun, mereka yang sulit
memberi (pelit) justru akan selalu merasa kekurangan dan ketakutan. Di
dalam pemberian ada kebahagiaan dan kebersamaan. Melalui pemberian,
kita menyadari bahwa sesungguhnya manusia itu tidak sendiri dalam
menjalani hari-hari kehidupannya. Bukankah segala sesuatu itu ada
masanya? Ketika masa yang datang kurang menguntungkan dan menjadi beban
(paceklik), bukankah Sang Khalik dapat menggunakan tangan orang lain untuk menolong kita?


Cerita
di atas dalam konteks organisais berarti juga hubungan yang
bersinambungan dengan kewenangan dan program kerja dari generasi ke
generasi berikutnya. Ada banyak kasus, seseorang yang dipromosikan
menduduki jabatan tertentu tidak memiliki program kerja dan blue print terhadap apa yang dilakukan. Walaupun setidaknya untuk mengamankan masa jabatannya tersebut.

Sebagai contoh, seorang manager produksi di sebuah pabrik; karena tidak memiliki blue print
unit kerjanya, yang dipikirkan adalah bagaimana supaya selama menjabat
manager produksi tersebut bisa menghasilkan produk sebanyak-banyaknya
sehingga dia suatu saat dapat dipromosikan menjadi general manager
karena prestasinya. Dia tidak pernah memikirkan, apa yang terjadi
dengan unit kerjanya setelah dia tidak di situ lagi dan bagaimana
pengkaderan yang sudah disiapkan untuk menggantikannya.

Demikian
pula dengan peralatan-peralatan kerja yang ada (ibarat ‘tongkat’) dalam
cerita tersebut. Ketika kita hendak meninggalkan suatu tempat, mari
mulai memikirkan apa yang sudah kita perbuat untuk memudahkan orang
lain setelah kita? Pengumuman di toilet pesawat terbang biasanya
tertulis, “Mohon bersihkan toilet ini untuk kenyamanan penumpang berikutnya!”
Setidaknya tulisan ini mengisyaratkan pada manusia, bahwa kehidipan ini
sesungguhnya sangat berkaitan dengan orang lain dan rentang waktu
tertentu. Namun demikian, mereka yang memiliki mental pecundang sulit
untuk mengestafetkan tongkat yang dimilikinya. Mari kita lihat
perbedaan pecundang dengan pemenang.

Perbedaan PEMENANG atau PECUNDANG dalam mengestafetkan tongkat.
- Pemenang selalu menjadi bagian dari jawaban,
Pecundang selalu menjadi bagian dari masalah.

- Pemenang selalu mempunyai program,
Pecundang selalu mempunyai alasan.

- Pemenang berkata, “Saya kerjakan bagi Anda.”
Pecundang berkata, “itu bukan tugas saya.”

- Pemenang selalu melihat jawaban pada setiap maslah.
- Pecundang selalu melihat masalah pada setiap solusi.

- Pemenang selalu berkata, “Walau sulit, tapi bisa dilakukan.”
- Pecundang berkata, “Mungkin bisa dilakukan, tapi sulit.”

Bukankah
sejak kecil kita telah diajarkan oleh orangtua kita untuk bisa
“meneruskan” buku-buku, alat tulis, atau pakaian kita kepada saudara
kita berikutnya. Jika benda-benda tersebut masih bisa dipakai.
Sekalipun bekas, penggunaan barang-barang tersebut dalam keluarga
selain menghemat juga mencerminkan keterikatan emosiaonal sebagai suatu
keluarga. Bahkan dalam kehidupan anak kost juga demikian. Jika ada
seorang mahasiswa yang telah lulus dan akan pindah ke luar kota untuk
kerja, biasanya dia “menghibahkan” barang-barang yang masih bisa
dipakai (buku, lemari dan sebagainya) kepada adik angkatannya di
kost-an tersebut. Situasi inipun akan menggambarkan nostalgia dan
kebersamaan persahabatan yang sulit lekang ditelan zaman. Mengapa tidak
kita coba.

Inside out (dari dalam menuju keluar), inilah yang diangkat oleh Albert Achweitzer dalam ceramahnya, “Apa
pun yang anda terima lebih daripada yang lain – dalam hal kesehatan,
dalam talenta, dalam kompentensi, dalam kesuksesan, dan kondisi rumah
tangga dan karier, semuanya itu jangan dianggap sebagai suatu yang
wajar. Dengan rasa syukur atas keberuntungan baik tersebut, Anda harus
rela mengorbankan kehidupan demi kehidupan sesama.”
Selamat mengestafetkan tongkat Anda!
abanglinuxer
abanglinuxer
Webmaster
Webmaster

Male
Jumlah posting : 106
Age : 37
Lokasi : jogja
Registration date : 22.09.07

http://forum.kita-kita.web.id

Kembali Ke Atas Go down

Kembali Ke Atas

- Similar topics

 
Permissions in this forum:
Anda tidak dapat menjawab topik